Gubernur Lukas Enembe Berikan 'Warning' Kepada PNS di Papua
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang akan mencalonkan diri sebagai calon bupati maupun wali kota padda Pilkada tahun 2015 harus mengundurkan diri sebagai PNS.
"Bagi PNS yang mencalonkan diri sebagai calon bupati harus mengundurkan diri," ujar Gubernur Papua Lukas Enembe dalam sambutannya pada pembukaan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbang) Papua tahun 2015 di Sasana Krida kantor Gubernur Papua, Selasa (8/4/).
Sesuai Ketentuan di Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang mengatur kewajiban PNS harus mengundurkan diri jika ikut mencalonkan diri di pilkada, namun masih sementara digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sementara ini masih ada gugatan di MK, kita ikuti perkembangan. Jadi ini yang terakhir Pilkada tahun ini, siapkan anggaran dengan baik dan lainnya," ujarnya.
Dimana pada tahun 2015, sebanyak 11 Kabupaten yang akan melaksanakan Pemilukada secara serentak yang akan digelar pada bulan Juni tahun ini.
"Kita sudah melakukan rapat kerja dengan para Bupati yang akan melaksanakan Pilkada. Yang akan dimulai apda bulan Juli, bukan bulan Mei," ujarnya.
Untuk itu, Lukas Enembe mengharapkan kepada 11 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pemilukada agar dapat melaksanakan dengan baik. Agenda Pemilukada yang merupakan agenda nasional berjalan aman, sukses dan terlaksana dengan baik.
"Karena pengalaman kita, jangan sampai ada sengketa sampai ke MK. Cukup satu putaran, mungkin ini lebih bahaya nanti. Karena hanya satu putaran jadi, perbedaan satu suara akan menjadi masalah, akan lebih dasyat, komplitnya akan lebih luar biasa," tegasnya.
Sebab, jika ada perbedaan satu suara akan menjadi persoalan besar. Jadi Pilkada kali ini aturannya mempunyai potensi konflik yang sangat luar biasa, oleh karena itu dari awal harus disiapkan dengan baik agar semua terselenggara dengan baik.
"Supaya semua tidak terjadi konflik dan gesekan masyarakat di daerah," ujarnya.
Perdasi dan Perdasus Papua Tumpul
Selain itu, juga Gubernur Papua Lukas Enembe menegaskan, sejumlah Peraturan Khusus Daerah (Perdasus) dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang dimiliki Pemprov Papua saat ini tumpul, karena tidak pernah diterapkan.
"Kita sudah mempunyai banyak Perdasi-Perdasus yang luar biasa, namun tidak pernah dilakukan menyebabkan Perdasi-Perdasus tersebut menjadi tumpul," ujarnya.
Menurut Lukas Enembe, Perdasus-Perdasi yang telah diterbitkan Pemprov Papua dalam hal ini Biro Hukum Setda Papua tidak pernah dilaksanakan. Hal ini disebabkan Pemprov Papua terlalu banyak melakukan konsultasi ke Jakarta.
"Sekarang kita tidak mau lagi melakukan koordinasi ke Jakarta. Kita sudah laksanakan saja di sini, kita tidak perlu lakukan konsultasi-konsultasi ke Pusat yang membuat kita tidak bisa laksanakan Perdasus-Perdasi yang kita miliki," ujarnya.
Kata dia, agar Perdasus-Perdasi yang dimiliki Pemprov Papua tidak tumpul, maka Pemprov Papua tidak perlu melakukan konsultasi ke Pusat.
"Jadi kita laksanakan Perdasus-Perdasi di Papua kita yang buat, aturan kita yang tegakkan. Yang penting tidak melanggar kedaulatan negara," ujarnya.
Dikatakan, Perdasi-Perdasus yang telah diterbitkan untuk mengatur kehidupan masyarakat Papua untuk tertib dan sejahtera. "Kita spakat begitu kecuali bilang mau merdeka, baru berhadapan dengan negara. Aturan yang kita buat, kita yang tegakkan. Kecuali bicara merdeka itu berhadapan," ujarnya.
Selain itu, dalam Undang-undang Otsus diatur masalah pengendalian penduduk. Namun tidak bisa dilakukan sampai saat ini. Hal ini tidak perlu lagi dilakukan evaluasi di Jakarta.
"Contohnya minuman keras, kita mempunyai Perdasi-Perdasus tidak perlu kita konsultasi ke Jakarta. Kita sudah bisa laksanakan, kita tidak boleh lakukan evaluasi. Karena kita sudah laksanakan, itu melemahkan kita. Jadi mulai hari ini kita tidak mau tau, itu hanya melemahkan kita," tambahnya.
Dengan demikian, Pemerintah Provinsi Papua tidak akan melakukan konsultasi ke pemerintah pusat. Selain itu, untuk Pengawasan di Papua harus dibawa masuk dalam aspek kekhususan, tidak bisa disamakan dengan provinsi lain.
"Kami berjuang terus dan berbeda dengan provinsi lain, tidak semua permasalahan di Papua dinyatakan orang Papua bersalah, karena kondisinya berbeda dengan provinsi lain, ada bupati ditahan karena kebijakannya. Kita tidak bisa menyamakan dengan daerah lain," tegasnya.
Dikatakan, semua harus dikembalikan kepada Pemprov Papua dan masyarakat Papua, karena berbeda dengan provinsi lain. Hal ini sedang diperjungkan Provinsi Papua, bahkan BPK RI berjuang untuk merumuskan dengan berbagai lembaga aspek pengawasan di provinsi ini.