PNS Sidoarjo, Malang dan 5 Daerah Lain 'Ngaplo' BPJS Ketenagakerjaan
Kabupaten Sidoarjo hingga kini belum mengalokasikan anggaran kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk para Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Akibatnya, ribuan PNS di Kota Udang itu harus ngaplo, karena tak bisa memanfaatkan kartu BPJS Ketenagarkerjaan.
Selain Sidoarjo, ada tujuh daerah lain, yakni Kabupaten Bojonegoro, Tuban, Madiun, Ngawi, Pacitan, Bangkalan, dan Malang juga mengalami hal yang sama.
Demikian disampaikan Gubernur Soekarwo ketika menerima Kepala BPJS Ketenagakerjaan Pusat, Elvyn G. Masassya, Jumat (10/4/2015), di ruang kerjanya.
Menurut Pakde Karwo, kepesertaan BPJS ketenagakerjaan bersifat mandatory alias wajib. Dasarnya Perpres Nomor 109 tahun 2013, tentang pentahapan kepesertaan jaminan sosial bagi TNI, Polri dan PNS, UU Nomor 40 tahun 2014 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan UU No 24 tahun 2011 tentang BPJS.
Di UU itu ditetapkan bahwa Jaminan Pensiun (JP) menjadi salah satu program jaminan sosial yang bersifat wajib diikuti oleh semua penyelenggara negara. Baik TNI, Polri, dan PNS.
Paling lambat 1 Juli 2015 nanti pekerja, mulai TNI, Polri dan PNS wajib mengikutsertakan dirinya sebagai anggota kepesertaan pada BPJS Ketenagakerjaan.
“Karena bersifat wajib, maka saya usul agar dibuat aturan baku. Yakni, iuran BPJS Ketenagarkerjaan diikutkan dalam struktur gaji," jelasnya.
Dengan begitu, nanti bendahara gaji langsung memotong gaji pegawai. Tools inilah yang diharapkan menjadi regulasi, yakni semua karyawan otomatis ikut sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
"Tapi bagi sektor informal, harus disesuaikan prosentasenya," jelasnya.
Agar delapan daerah tersebut segera menyusul daerah lain, Pakde Karwo minta agar perusahaan dan karyawan yang belum ikut BPJS Ketenagakerjaan, segera melakukannya.
"Makanya dengan mekanisme pembayaran diambilkan dari gaji, otomatis PNS akan jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya.
Untuk perusahaan, saat ini dari 36.000 perusahaan di Jatim, dengan jumlah pekerja formal mencapai 6,2 juta dan pekerja informal sebanyak 12 juta, kepesertaan perusahaan hanya 28.575. Rinciannya untuk sektor formal baru 1.394.293 buruh termasuk pekerja asing, dan pekerja informal hanya 119.385 orang yang sudah ikut BPJS ketenagakerjaan.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Pusat, Elvyn G. Masassya menyambut baik usulan yang disampaikan Gubernur Soekarwo. Menurutnya usulan Pakde dapat mengurangi aspek ketidakpatuhan terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Padahal ke depan, manfaat mengikuti BPJS Ketenagakerjaan makin bertambah. Sejumlah program baru akan diluncurkan. Yakni program hunian murah dan transportasi murah.
"Ke depan kami juga akan menyiapkan rusunawa bagi karyawan peserta BPJS Ketenagakerjaan," katanya.
Selain itu, program lain adalah jaminan pensiunan dan kecelakaan kerja. Mekanismenya mirip seperti PNS, jadi terima bulanan. Lalu ada tabungan jaminan hari tua, ketika usia 55 tahun tabungan bisa ambil.
Untuk kecelakaan kerja, jika dulu peserta yang mengalami kecelakaan kerja hanya diberi santunan. Sekarang diberi santunan, dan perusahaan tempatnya bekerja harus menerima kembali jika pekerjanya mengalami cacat karena kecelakaan kerja.