PNS, Mantu Idaman Mertua Sejak Jaman Belanda ?
Di zaman Hindia Belanda, banyak orang bumiputra yang diserap dalam pemerintahan kolonial. Menurut Robert van Niel dalam Munculnya Elit Modern Indonesia (2009) perbandingan pegawai pemerintah kulit putih (orang Belanda/Eropa) dengan pegawai pribumi adalah 1:10. Tentu saja orang pribumi Indonesia menempati posisi bawah dalam birokrasi kolonial.
Ada kecenderungan seorang pegawai senior berharap agar anak laki-lakinya yang sudah lulus sekolah akan magang, yang biasanya tanpa gaji, sebagai juru tulis di sebuah kantor pemerintahan. Harapanya sama, ingin diangkat sebagai PNS. Harapan terjauhnya setelah diangkat adalah menjadi mantri lalu asisten demang hingga si anak akan dipanggil "ndoro seten".
Pada zaman kolonial, hanya anak golongan setara priyayi di Jawa, yang bisa bersekolah dan kemudian jadi pegawai negeri kolonial. Di luar jawa, kesempatan semacam ini biasanya jatuh ke tangan keluarga pemuka masyarakat.
Anak pemuka atau priyayi bisa bersekolah dasar (seperti ELS atau HIS) dan kemudian masuk sekolah menengah kejuruan calon pegawai kolonial bernama OSVIA atau MOSVIA untuk kemudian bekerja di kantor pemerintah.
Di luar kantor pemerintah, pemerintah kolonial menerima PNS di lingkungan departemen pendidikan. Alasan orang Indonesia jadi guru di masa kolonial adalah guru pemerintah gajinya cukup besar. Salah satu guru kolonial adalah Raden Sukemi, ayah Sukarno. Para guru era kolonial yang keturunan orang terpandang, ikut membuat guru sebagai profesi yang dihormati.
Nah dari perjalanan di masa kolonial kita lihat di masa sekarang bagaimana masyarakat Indonesia menyambut PNS, benarkah masih seperti jaman kolonial ? kita lihat ya,,he he he,,
Impian keluarga yang ingin jadi priyayi sampai sekarang ternyata masih jadi tradisi di Indonesia. Ada orang tua yang berharap anaknya jadi PNS, karena PNS menjanjikan uang pensiun, bahkan jika si PNS tutup usia keluarganya akan terus dapat uang.
Akan ada pula orang tua yang kecewa jika anaknya tak mau jadi PNS. Tidak sedikit cerita tentang sebuah keluarga yang membayar lewat jalur belakang agar anak atau familinya jadi PNS.
Tahun 2022, pemerintah memutuskan tidak ada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Pemerintah hanya akan merekrut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Men-PANRB Tjahyo Kumolo menyebut keputusan ini diambil setelah berkaca dari kebijakan yang diimplementasikan oleh beberapa negara maju. Dimana jumlah ASN yang jumlah civil servant atau pembuat kebijakan (PNS) lebih sedikit daripada jumlah government worker/public services (PPPK).
Kebijakan inilah yang menjadi kabar buruk bagi kita yang ingin jadi PNS. PNS masih menjadi pekerjaan impina di masa kini, sama seperti zaman Hindia Belanda. Dan tidak sedikit keluarga non-PNS yang mendambakan punya menantu abdi negara.