BKD Sangatta Dalami Pemalsuan Data CPNS
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kutai Timur terus mendalami dugaan tenaga pendidik honorer yang diduga memalsukan data untuk syarat Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Formasi honorer K-2. Lantaran masih mendalami masalah ini, BKD Kutim belum bisa memastikan kapan pengumpulan berkas bagi honorer yang dinyatakan lulus.
Saat ini, kata Kepala BKD Kutim HM Joni, pihaknya terus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan (Disdik) Kutim yang pertama kali mendapat informasi dugaan pemalsuan data. “Belum ada bukti. Kalau memang terbukti, pastilah ada pembatalan kelulusan bagi si pemalsu berkas,” katanya belum lama ini.
Diakui, untuk mencegah masuknya pegawai honor sebagai PNS namun dengan memalsukan data, BKD Kutim akan memerhatikan dan meminta setiap pegawai yang lulus membuat surat pernyataan lama mengabdi. “Dari sana akan kelihatan, apakah memang telah lama bekerja atau baru saja. Sehingga siapa saja yang mengabdinya baru beberapa tahun namun lulus K-2 patut dicurigai,” terangnya.
Ditambahkan Joni, dari 13 nama yang dianggap bermasalah, baru beberapa saja yang melengkapi berkas. Artinya, bisa saja yang belum melengkapi syarat ini memang memalsukan data. Memang, lanjut dia, 13 nama yang diberikan Disdik ke BKD terus didalami. Sehingga berkasnya dikumpulkan lebih dulu. Ditanya apakah sudah ada arahan dari pemerintah pusat tentang batas waktu pengumpulan berkas bagi CPNS jalur K-2, Joni mengaku belum ada informasi.
Dengan demikian pihaknya lebih leluasa mendalami kasus ini. “Saat ini tim dari Diknas dan BKD terus bekerja. Mulai mengecek ke lapangan, di daerah-daerah yang diduga ada pegawai honor yang memalsukan berkas," tutupnya. Sebagai informasi, sebanyak 13 guru honorer diduga lulus menjadi CPNS formasi honorer K-2 dengan menggunakan dokumen palsu. Kasus itu terungkap setelah Dinas Pendidikan (Disdik) Kutim mendapat laporan dari beberapa pihak.
Atas laporan ini, kemudian dibentuklah tim verifikasi yang beranggotakan dari Disdik, BKD dan Inspektorat Wilayah (Itwil) Kutim. Kadisdik Kutim Iman Hidayat mengatakan, beberapa dokumen yang dilaporkan palsu tersebut sebagian besar merupakan berkas catatan waktu pengabdian. Semisal, guru honorer tersebut mengabdi sejak tahun 2005 dan dicantumkan dalam berkas, namun menurut laporan itu mereka baru masuk tahun 2007 atau tahun di atasnya.
Meskipun begitu, Disdik tidak dapat langsung menyatakan itu palsu sebelum ada pembuktian dengan menelusuri keaslian berkas itu. Karena sebagian berkas dari ke-13 guru ini masih dalam proses pendalaman, sehingga Iman mengaku tidak berani menandatangani dokumen tersebut.
Jika pun ada guru yang tetap meminta untuk mempercepat proses pemberkasannya, maka Disdik akan membuat kebijakan untuk melampirkan surat pernyataan dari guru yang dilaporkan tersebut.
Setelah membuat syarat itu, lanjut dia, dari ke-13 guru honorer yang dilaporkan ada yang tidak mengembalikan berkas. Namun, dia masih enggan menyebutkan berapa guru yang tidak mengembalikan berkas itu dan nama-namanya.“Enggak bisa disebutkan namanya,” kata Iman.