Kementan Minta Penyuluh Pertanian "Ditarik" ke Pusat
Kemanterian Pertanian (Kementan) bersama Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB) saat ini sedang melakukan penjajagan untuk mengembalikan tenaga fungsional penyuluh pertanian di darah sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di bawah pemerintah pusat.
Sebab, sejak diterapkannya otonomi daerah yang diikuti pengalihan tenaga penyuluh pertanian ke pemerintah daerah, penyaluran informasi pertanian dan diseminasi teknologi pertanian tidak dapat sampai ke petani.
Menteri Pertanian (Mentan) Dr. Suswono, mengungkapkan hal itu di depan seminar nasional "Pembangunan Pertanian Terpadu Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Energi dalam Menyongsong Era Asia", di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (FP-UNS), Kamis (24/4/14).
"Permasalahan pertanian untuk menuju kemandirian kedaulatan pangan saat ini, selain kian sempitnya lahan pertanian yang terfragmentasi, juga tidak berfungsinya tenaga penyuluh pertanian sejak era otonomi. Para penyuluh pertanian yang seharusnya menjadi saluran informasi kepada petani dan bertugas mendeseminasikan teknologi pertanian juga beralih fungsi, ada yang menjadi Satpol PP," ujar Mentan Suswono.
Menurut dia, pemanfaatan tenaga penyuluh pertanian di era otonomi sangat tergantung pada kepedulian kepala daerah. Namun posisi penyuluh pertanian yang secara struktural berada di dinas pertanian, kebanyakan tidak dapat melaksanakan fungsinya, terutama dalam mendeseminasikan teknologi pertanian untuk peningkatan produktivitas.
"Kebanyakan kepala daerah bahkan tidak peduli masalah ketahanan pangan. Banyak lahan pertanian nomor satu dikonversi, karena mengejar setoran untuk menutup pengeluaran yang besar waktu pemilihan kepala daerah. Kalau kepala daerah masih peduli dengan pertanian, ada penyuluh pertanian yang didayagunakan," jelasnya.
Dalam seminar dalam rangka Dies Natalis UNS ke-38 itu, Mentan juga menyinggung persoalan pupuk yang selalu menjadi persoalan bagi petani dan sangat berpengaruh dalam produksi pangan.
Dia menyebutkan, anggaran subsidi pupuk pada APBN mencapai Rp 18 triliun. Sedangkan anggaran Kementan dari APBN pada tahun yang sama hanya Rp 15 triliun.
"Saya sebenarnya tidak setuju pupuk disubsidi. Biar saja harga ditentukan pasar dan dana yang Rp 18 triliun dialokasikan ke petani, di antaranya untuk jaminan harga jual hasil pertanian. Sebab, dengan subsidi yang sedemikian besar, harga pupuk selalu dipermainkan para spekulan," tandasnya.
Pada bagian lain Menteri Suswono mengemukakan, menghadapi era ASEAN pada 2015 di sektor pertanian, Indonesia harus memanfaatkan waktu satu setengah tahun untuk memantabkan ketahanan pangan. Namun Kementan tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan kementerian lain, karena kontribusi Kementan hanya 20 %.
Suswono juga mengingatkan, di masa depan konflik antar-negara akan dipicu soal pangan. Persediaan pangan dunia sebenarnya berlimpah, tapi ada negara yang serakah, dan sebagian besar negara dalam kekurangan pangan.
"Di negara maju, orang rakus pangan sehingga terjadi obesitas yang memicu banyak penyakit. Sedangjan di Afrika banyak negara kurang pangan. Padahal, kalau keduanya dipadukan akan dapat mencegah konflik," jelasnya.
Menteri menambahkan, pertahanan negara yang utama bukan sebatas kekuatan militer tetapi pada kedaulatan pangan. Dalam kaitan itu, dalam keadaan tidak ada perang, TNI harus melaksanakan tugas non-militer, yakni di sektor pertanian untuk ketahanan pangan.