Uang SPPD Disunat 30 Persen, PNS di Lahat Kelimpungan
Ibarat memakan buah simalakama. Tidak menjalankan perintah bakal diancam pindah instansi, jika melakukan perintah saku pribadi bakal bolong. Itulah fakta yang bikin para Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Lahat kelimpungan. Mereka mengeluh dan kecewa, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, setiap melakukan tugas dinas ke luar kota untuk kepentingan pemerintahan, uang yang diterima tidak utuh sesuai peraturan yang berlaku. Karena, sudah disunat lebih dulu, besarannya hingga mencapai 30 persen. Akibatnya, setiap bertugas keluar kota lebih sering tekor. Mereka harus menombok dari kantong pribadi.
Penelusuran Sripo di sejumlah intansi pemerintah di Kabupaten Lahat, budaya sunat pada uang transport dan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) ternyata sering terjadi. Hal tersebut menjadi rahasia umum seluruh PNS, terutama yang beberapa kali sempat melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Baik ke kabupaten tetangga seperti Palembang, atau pun tugas ke luar pulau.
Meski sebenarnya semua keberatan dengan disunatnya uang transport dan lumsump perjalanan dinas, namun para PNS tetap tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab saat pemberian uang dilakukan bendahara, sudah atas perintah langsung dari orang yang memiliki posisi tertinggi di intansi tersebut. Bila tidak mau menerima apalagi sampai protes, akan sangat berbahaya bagi kedudukan dan karir mereka saat ini. Sebab bisa dikeluarkan dari dinas tersebut, dan dipindahkan ke tempat lain dalam waktu singkat.
Cukup sulit memperoleh keterangan dari para PNS, karena mereka cenderung takut dan khawatir, sehingga memilih menutup rapat-rapat pemotongan uang perjalanan dinas, karena tak ingin menjadi korban kemarahan sang pimpinan. Namun ada beberapa PNS yang mau buka suara, dan menjelaskan keluh kesah yang dialami.
Namun sangat hati-hati dan irit bicara, serta mewanti-wanti tidak disebutkan identitasnya serta tempat bertugas.
Menurut seorang Kepala Seksi (Kasi) disebuah instansi di kawasan Jl Kol H Barlian Kota Lahat, pemotongan uang transport dan perjalanan dinas di kantornya bekerja sudah berlangsung sejak dua tahun terakhir. Pimpinannya yang mengambil kebijakan tersebut, tanpa memberikan alasan jelas kepada PNS yang mendapat SPPD untuk berbagai keperluan. Peruntukannya pun tidak jelas digunakan untuk kepentingan apa, hingga akhir anggaran selesai, sehingga saat menerima dari bendahara, uang tersebut sudah berkurang hingga 30 persen dari jumlah yang seharusnya. Akibatnya mereka kebingungan mengatur perjalanan dinas yang akan dijalani, karena uang yang diterima tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga jauh dari kata cukup, baik untuk akomodasi transportasi, penginapan, hingga hal yang harus mereka siapkan, terutama bila harus menuju luar kota, baik di Palembang atau pun daerah lain di luar pulau.
Oleh karena tidak bisa lagi membatalkan SPPD yang diperintahkan sang pimpinan, PNS harus tetap berangkat dan melaksanakan tugas tersebut. Meski resikonya mereka harus merogoh kocek pribadi dalam-dalam, untuk memenuhi semua kebutuhan selama dinas luar kota. Sebab bila hanya mengandalkan uang SPPD saja, tidak akan cukup hingga selesai. Hal tersebut dilakukan agar tidak mengganggu konsentrasi mereka, hingga tugas yang diemban cepat selesai dan bisa segera pulang.
"Kami tidak punya pilihan. Asal pimpinan senang sajalah, dari pada jadi masalah," keluh pria yang mengaku sudah dua tahun menjabat Kasi ini, saat dibincangi di sebuah warung makan.
Kejadian tak jauh berbeda dialami seorang Kepala Bidang (Kabid), yang kantornya tak jauh dari Gedung Pemkab Lahat. Menurutnya pemotongan uang transport dan lonsum perjalanan dinas, juga diberlakukan di intansi tempatnya bekerja. Hal tersebut berlaku bagi seluruh PNS yang mendapat SPPD, baik ke daerah dalam wilayah Sumatera Selatan apalagi ke luar provinsi.
Kebijakan yang diterapkan langsung pimpinannya tersebut, membuat semua PNS pikir-pikir bila mendapat perintah dinas luar, sebab kata tekor sudah terbayang, karena uang yang didapat tidak cukup untuk memenuhi keperluan yang berhubungan dengan tugas tersebut.
Wajar jika mereka lebih sering menolak dengan mengutarakan berbagai alasan, agar perintah tugas tersebut bisa dibatalkan. Tapi penolakan yang dilakukan, tidak langsung menyentuh soal pemotongan uang SPPD, sebab bila menyinggungnya dan pimpinan tahu, akibatnya akan sangat fatal. Bila hanya dimarahi tentu tidak masalah, tinggal tutup kuping saja seolah tidak pernah terjadi. Namun bisa lebih dari itu, karena posisi mereka terancam dan dipindahkan ke intansi lainnya.
"Bahaya kalau menolak, karena uang SPPD disunat. Bisa kiamat kecil, dilempar ke tempat lain," ujarnya sambil meminta identitasnya tidak disebutkan.