CPNS dan Tingginya Pengangguran
Akhir-akhir ini berita lowongan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat terutama, para pencari kerja. Bahkan berita tersebut mengubur berita politik. Hal ini tidaklah mengherankan setelah hiruk pikuk politik masyarakat kembali normal dan usaha sendiri untuk melangsungkan kehidupannya termasuk para pencari kerja. Bagi pencari kerja lowongan CPNS merupakan berkah tersendiri. Dalam lowongan CPNS tahun ini tersedia ribuan formasi dari berbagai instansi pusat maupun daerah. Berdasarkan data dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, formasi CPNS tahun ini secara Nasional 2014 terdiri atas 71 Kementerian/Lembaga, formasi CPNS Daerah terdiri atas 439 instansi, yaitu yang terdiri dari 28 (Pemerintah Provinsi dan 411 kabupaten/kota. Adanya persebaran lowongan CPNS di berbagai instansi di pusat maupun di daerah menjadi magnet tersendiri bagi pencari kerja.
CPNS tahun ini ditangani oleh pemerintah pusat, dan dalam seleksipun setiap warga negara bebas memilih instansi baik pusat maupun daerah asalkan memenuhi persyaratan. Dengan demikian tidak ada pengkaplingan calon CPNS berdasarkan asal daerahnya. Dampak dari kebijakan tersebut kompetisi penerimaan CPNS bersifat sangat terbuka antar anak bangsa.
Selain itu lowongan CPNS tersebut memberikan secercah harapan bagi masyarakat di seluruh tanah air yang mengidam-idamkan menjadi abdi negara. Setiap warga Negara memiliki hak yang sama dalam memperebutkan formasi CPNS tersebut tanpa membedakan agama, ras, suku dan golongan. Selain itu hak warga Negara untuk mengikuti seleksi tersebut dijamin oleh konstitusi tertuang dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat (2), yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Untuk semakin memberikan ruang yang fleksibel dan tidak berbelit belit, maka dalam pendaftaran CPNS tahun 2014, dipermudah oleh pemerintah seperti tidak diperlukannya Kartu Kuning maupun Surat Catatan Keterangan Catatan Kepolisian. Kebijakan tersebut pada akhirnya semakin menambah gairah masyarakat untuk berlomba-lomba mendaftar CPNS. Fenomena ini tidaklah mengherankan karena jumlah pengangguran di Indonesia masih cukup besar.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2014 mencapai 7,15 juta atau 5,70 persen dari total angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 125,32 juta. Jika dibandingkan tahun 2013 pada bulan yang sama, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2013 sebesar 5,82 persen. Sehingga pengangguran terbuka mengalami penurunan sebesar 0,12 persen. Namun demikian angkatan kerja bertambah sebesar 5,2 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2013 sebanyak 120,2 juta orang.
Tingginya jumlah pengangguran tersebut memberikan warning kepada semua pihak untuk menangani permasalahan pengangguran. Tingginya jumlah pengangguran tersebut jika tidak diantisipasi akan menjadi bom waktu. Namun dalam kenyataannya hingga saat ini, penciptaan lapangan kerja tidak mampu mengimbangi jumlah pencari kerja. Di sisi lain tidak adanya persebaran jumlah lapangan kerja di berbagai wilayah, mengakibatkan adanya ketimpangan pembangunan. Kemudian hal ini direspon oleh pemerintah salah satunya dengan membuka lowongan CPNS. Persoalannya adalah apakah adanya lowongan CPNS tersebut mampu mengurangi tingkat pengangguran yang saat ini masih cukup tinggi di segala lini?
Sebagian besar yang melamar lowongan CPNS adalah para pencari kerja yang berpendidikan sarjana. Hal tersebut sejalan dengan reformasi birokrasi yang membutuhkan SDM yang handal dan kompetitif. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pengangguran yang berpendidikan sarjana masih cukup tinggi yaitu kurang lebih 10 persen atau 715.000 orang dari total Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Bulan Februari 2014.
Potret Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari kaum terdidik tersebut sangat mencengangkan. Disisi lain jumlah pengangguran terdidik yang cukup tinggi tentunya cukup mengkhawatirkan karena tidak semuanya akan tertampung dalam seleksi CPNS. Namun demikian tingginya angka pengangguran terdidik tersebut tidak merata, dan terpusat di kota- besar.
Disisi lain masih tingginya jumlah pengangguran dari kalangan terdidik cukup mengkhawatirkan karena akan berpengaruh terhadap kondisi sosial dan pertumbuhan ekonomi. Dampaknya jumlah angka ketergantungan dan angka kriminalitas semakin meningkat. Kemudian kebijakan pembukaan lowongan CPNS masih menjadi jalan pintas atau paling tidak mampu mengurangi angka pengangguran. Namun permasalahan pengangguran tersebut tidak sepenuhnya merupakan kesalahan pemerintah, namun sektor swasta diharapkan berperan aktif dalam menciptakan lapangan kerja. Hal tersebut dapat tercipta jika ada kolaborasi pemerintah dan swasta yang seirama dalam penciptaan lapangan kerja.
Disisi lain sebagian masyarakat Indonesia masih terpengaruh budaya feodalisme menganggap bahwa PNS merupakan pekerjaan yang aman, terjamin serta prestisius. Kelebihan-kelebihan tersebut diantaranya adanya jaminan pensiun, karier yang aman dan gaji yang aman. Potret dan pemikiran yang berkembang di masyarakat tersebut mengakibatkan setiap kali ada formasi CPNS selalu di tunggu oleh semua pihak. Di samping itu ada anggapan bagi sebagian masyarakat bahwa PNS memiliki status sosial yang tinggi, sehingga orang tidak akan berhenti mencoba CPNS selagi masih memenuhi syarat. Dengan demikian CPNS tetap menjadi prioritas bagi masyarakat dalam mencari pekerjaan. Apalagi dalam penerimaan CPNS ini merupakan jalan termudah untuk melakukan reproduksi sosial baik untuk mobilitas vertikal maupun untuk mempertahankan status sosial bagi sebagian masyarakat. Hal inilah yang semakin menyuburkan sebagian masyarakat untuk berkompetisi menjadi PNS.
Pemikiran yang berkembang di sebagian masyarakat tersebut mengakibatkan pasar tenaga kerja kita stagnan, karena masih banyaknya orang yang sudah bekerja di swasta masih tetap ikut CPNS, bahkan sampai ada yang menganggur demi menunggu CPNS. Jika hal ini selalu terjadi setiap tahun, maka akan mengakibatkan pengangguran terus bertambah. Apalagi syarat untuk mengikuti seleksi CPNS maksimal berusia 30 tahun, bahkan di beberapa instansi maksimal 35 tahun.
Kemudian dilihat dari sistem pendidikan nasional, perlu adanya kreasi dan kurikulum yang mampu membentuk anak didik untuk mandiri dan memiliki kreasi untuk menciptakan lapangan kerja. Oleh karena itu diperlukan kebijakan-kebijakan pemerintah yang radikal untuk menciptakan lapangan kerja secara luas, terutama dalam memberikan akses dan penciptaan peluang pekerjaan bagi masyarakat di seluruh tanah air, sehingga pencari kerja tidak selalu bergantung terhadap lowongan CPNS.
Disisi lain adanya lowongan penerimaan CPNS tahun ini yang lebih bebas dari KKN diharapkan mampu menciptakan pemerintahan yang bersih dan mampu menggerakkan birokrasi yang efektif dan efisien. Karena permasalahan alur birokrasi ini masih menjadi masalah dan keluhan para pengusaha. Sebagai akibatnya peran sektor swasta dalam menciptakan perluasan kesempatan kerja terganggu.
Keluhan pengusaha tersebut terutama berkaitan dengan masalah perijinan pendirian pabrik, investasi dan pajak. Oleh karena itu harapan kedepannya seleksi CPNS ini diharapkan menghasilkan elit-elit birokrasi yang mampu melayani masyarakat serta mengikis berbagai keluhan dari masyarakat terhadap pelayanan publik. Adanya ketepatan dan pelayanan yang profesional yang cepat maka diharapkan bisa memutus persepsi di sebagian masyarakat bahwa PNS merupakan profesi pekerjaan yang santai sekaligus menghabiskan anggaran pemerintah tanpa hasil yang maksimal.