THR Dinilai Langgar Aturan, Gaji PNS Dipotong

Potongan itu dilakukan pemkab untuk mengembalikan dana tunjangan hari raya (THR) 2015 untuk PNS sebesar Rp7 miliar yang dinilai melanggar aturan adimistrasi keuangan. Tentu saja, ribuan PNS di Purwakarta mengeluhkan pemotongan tersebut. Para pegawai negeri resah. Untuk meredam keresahan tersebut, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi langsung meminta maaf kepada seluruh PNS.
Pemotongan dilakukan karena Pemkab Purwakarta diwajibkan mengembalikan uang lebih dari Rp7 miliar untuk THR 2015 ke kas daerah. Dedi mengatakan, Pengembalian THR untuk para PNS tersebut, sebagai konsekuensi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat (Jabar) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Purwakarta 2015. “Saya meminta maaf khususnya kepada seluruh PNS Pemkab Purwakarta yang merasa gajinya bulan ini dipotong,” kata Dedi di hadapan ratusan PNS yang menghadiri peringatan Isra Mikraj di Pendopo Pemkab Purwakarta.
Menurut Bupati, kebijakan pengembalian uang THR tersebut semata lakukan atas perintah Undang-undang dengan otoritas BPK. “Sekali lagi dalam kesempatan ini saya meminta maaf kepada para PNS dan guru, kemarin, harus ada pemotongan gaji untuk dikembalikan ke kas daerah. Semata saya lakukan untuk menjalankan amanat perundangan bukan untuk kepentingan pribadi,” ujar Bupati. Pemotongan gaji PNS itu sempat menimbulkan polemik selama sepekan terakhir.
Sejumlah PNS mempertanyakan pemotongan uang itu, karena dilakukan langsung dari rekening bank masing-masing. Bahkan muncul isu pemotongan gaji itu untuk kepentingan politik Dedi yang maju di Musda DPD I Partai Golkar Jabar. Dedi kembali menegaskan pemotongan itu untuk mengembalikan dana THR 2015 lebih dari Rp7 miliar ke kas daerah. “Pemotongan (gaji) itu dikembalikan lagi ke kas daerah bukan untuk kepentingan politik bupati,” tegas Dedi.
Meski begitu, dia berjanji segera memberi solusi pengembalian THR yang telah dipotong itu di kemudian hari. Bahkan, sebagai bentuk pertanggungjawaban sebagai pemimpin, Dedi siap pasang badan dengan komitmen siap mengganti gaji PNS yang dipotong tersebut dengan dana pribadi jika ada yang merasa keberatan. “Silakan membuat nota keberatan jika ada pihak yang merasa keliru atas pengembalian dana ke kas daerah ini. Saya siap menjual aset pribadi saya untuk menggantinya,” ungkap dia.
Ke depan pihaknya berjanji menambah tunjangan transportasi bagi para pegawai dengan besaran Rp150.000 per bulan melalui mekanisme akumulasi selama satu tahun akan diberikan pada 2017 sesuai rekening yang telah ditetapkan. “Ini solusi. Kami tambahkan tunjangan transportasi tapi setelah berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan agar tidak terjadi kesalahan berulang. Anggap saja ini gaji ke-15. Karena gaji ke-13 akan diterima awal puasa. Gaji ke-14 akan diterima sebelum libur lebaran,” tandas Dedi.
THR Sudah Lumrah
Menanggapi kasus pemotongan gaji 9.000 PNS di lingkungan Pemkab Purwakarta untuk mengembalikan dana THR 2015 sebesar Rp7 triliun lebih yang dinilai melanggar aturan, Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung I Gde Pantja Astawa menandaskan, BPK dalam persoalan ini tidak sewajarnya memberlakukan aturan hanya untuk satu entitas pemerintah daerah.
Pasalnya, kebijakan pemberian tunjangan hari raya (THR) sejak lama sudah menjadi hal yang lumrah di lingkungan PNS. “Sejak zaman kuda gigit besi, PNS atau mereka yang bekerja di pemerintahan itu sudah sewajarnya menerima hadiah atau THR sekadarnya saat momen hari raya. Biasanya kan sudah diatur anggarannya disisihkan dari pos yang berlebih dan itu bisa di pertanggungjawabkan laporan keuangannya. Yang jadi pertanyaan, mengapa BPK hanya memberlakukan ini di Pemkab Purwakarta saja?” kata Pantja Astawa.
Dia mengemukakan, jika pemberian THR pada 2015 ini dipandang sebagai sebuah kesa lahan administrasi, BPK juga harus memiliki komitmen untuk menyelidiki dan meneliti seluk beluk pemberlakuan THR di seluruh institusi pemerintahan di Indonesia. Persoalan kesalahan administrasi pada kasus di Purwakarta tak usah meributkan kembali siapa yang paling bertanggung jawab untuk mengembalikan.
Sebaliknya, baik kepala daerah maupun PNS sudah semestinya mempertanyakan kembali komitmen BPK untuk memberlakukan aturan sama di daerah lain.
“Sekali lagi, PNS pasti tidak pernah menuntut atau meminta harus menerima THR saat hari raya. Hematnya, Pak Dedi selaku kepala daerah juga tak harus merasa bertanggung jawab untuk menggantinya karena persoalan ini tidak melibatkannya secara pribadi. Ini soal institusi. Baiknya persoalan semacam ini tak mencuat karena akan menimbulkan keresahan di kalangan PNS. Apalagi jumlahnya kan tidak sedikit,” pung kas Pantja.*okezone