Sekolah Tanpa Izin Pimpinan, Dokter Bedah RSUD Banyudono Boyolali Dipecat dari PNS
Nekat cuti mengikuti program pendidikan dokter spesialis tanpa izin, dokter Nugrahanta Dasa Putra SpB, dokter spesialis bedah RSUD Banyudono mendapat sanksi tegas pemecatan sebagai PNS.
Karsino, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Boyolali menjelaskan, cuti untuk belajar harus dengan izin atasan. Diakui Karsino, pengajuan izin memang dilakukan yang bersangkutan, yakni untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis konsultan bedah digestif di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro-RS Kariadi Semarang.
Hanya izin tersebut baru disampaikan setelah yang bersangkutan ikut pendidikan.
Padahal sesuai dengan ketentuan, pengajuan izin harus dilakukan sebelum pendidikan dan harus menunggu persetujuan dari atasan. Sehingga pengajuan izin tersebut ditolak.
Selain itu, penolakan izin belajar disebabkan yang bersangkutan meninggalkan tugas sehari- hari. Padahal sesuai ketentuan, izin belajar hanya diberikan dengan ketentuan tidak mengganggu tugas sehari- hari.
“Izinnya ditolak dan yang bersangkutan mangkir kerja melebihi 46 hari kumulatif dalam setahun. Sehingga terhitung sebagai pelanggaran berat,” jelas Karsino, Senin (29/6/2015).
Dokter Nugrahanta Dasa Putra sebelumnya menyatakan mengajukan cuti di luar tanggungan untuk pendidikan dengan biaya sendiri tanpa menerima gaji dari negara.
Permohonan cuti tersebut diajukan kepada Bupati Boyolali Seno Samodro melalui Direktur RSUD Banyudono. Namun permohonan cuti kepada Bupati tersebut justru ditolak.
Padahal, dirinya sudah lolos seleksi dan mendapatkan rekomendasi tidak hanya dari Direktur RSUD Banyudono melainkan dari rumah sakit tempat dia bermitra kerja.
“Tetapi yang terjadi justru pemecatan. Sangat disayangkan karena sekolah saya dipecat. Ini akan menjadi preseden buruk bagi profesi saya, adik-adik saya jadi takut sekolah lagi,” tutur dia.
Terkait ini dijelaskan Karsino, cuti di luar tanggungan negara hanya diberikan kepada PNS dengan alasan pribadi yang penting dan mendesak.
Karsino menambahkan, bahwa izin sekolah tersebut juga tak diberikan dengan pertimbangan Pendidikan Bedah Digestif belum memperoleh izin dari Kemendiknas sehingga belum diakui sebagai spesialis II.
“Dari kajian Tim Penerbitan Izin Belajar, masyarakat Boyolali sebagian besar belum termasuk strata pengguna spesialis bedah digestif. Apalagi di RSUD milik Pemkab Boyolali juga belum menyediakan alat bedah digestif itu,” papar Karsino.
Pemecatan sebagai PNS ini kemudian mendorong Dasa untuk mengadu ke Badan Pertimbangan Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara bahkan berencana menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Upaya ini juga didukung oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Boyolali.
“Kalau Pak Dasa mau menggugat ke PTUN akan kami dukung,” imbuh Ketua IDI Boyolali, Syamsudin.*tribunnews